Pasien yang diduga korban tanaman kecubung di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar masih terus bertambah. Hingga Rabu (10/7/2024) pagi menjadi 39 orang.
“Ada enam pasien yang masuk, Selasa (9/7) malam, sehingga total yang ditangani 39 orang. Semua pasien tambahan dari Banjarmasin dan rata-rata juga berusia 20 hingga 30 tahun,” kata Humas RSJ Sambang Lihum, Harmanto Sali.
Adapun kondisi pasien tersebut bervariasi. Ada yang akut, sedang dan mulai pulih.
“Namun semua belum bisa diajak komunikasi. Sebab penjelasan mereka masih berubah-ubah karena efek halusinasi. Termasuk, ketika ditanya mengonsumsi apa dan dimana,” kata Harmanto.
Menurut Psikiater Konsultan Adiksi dr Firdaus Yamani, pasien juga masih meracau. Oleh karena sulit tidur, mereka juga diberikan suntikan penenang.
RSJ Sambang Lihum mulai menangani pasien yang diduga korban kecubung sejak Jumat (5/7/2024).
Mereka terus berdatangan dalam kondisi berbeda-beda. Antara lain tidak sadarkan diri, mabuk dan meracau.
Mereka berasal dari beberapa kabupaten/kota di Kalsel seperti Banjarmasin, Baritokuala dan Hulu Sungai Selatan (HSS). Di antaranya ada sejumlah perempuan.
Tragisnya dua pasien meninggal dunia. Hal ini dibenarkan Direktur RSJ Sambang Lihum Yuddy Riswandhy Noora, Selasa (9/7).
Efek negatif buah kecubung sudah sangat familiar bagi masyarakat adat Dayak di desa-desa terpencil di Kecamatan Loksado Kabupaten HSS. Di sana terdapat aneka tumbuhan liar, termasuk kecubung.
“Selama ini tidak ada warga kami yang mau memakannya. Soalnya dari para tetuha sudah diberitahukan kepada anak-anak, buah itu membahayakan, karena beracun. Kalau dimakan, bisa mengalami gangguan jiwa. Efek tidak sadar atau halusinasinya bisa sampai dua minggu, bisa pula menjadi gila,” ungkap Kades Kamawakan Ardani, Rabu.
Ardani mengatakan, tanaman kecubung bisa tumbuh di sawah dan hutan pegunungan.
“Di desa kami bahkan ada yang tumbuh di halaman. Tapi sejauh ini tidak ada yang mau memakannya. Anak-anak kami sudah tahu buah itu beracun,” terangnya.
Namun, untuk pucuknya, sebut Ardani, ada warga yang menjadikannya sayur lalapan. Biasanya, buahnya yang disalahgunakan untuk mabuk.
Tragisnya dua pasien meninggal dunia. Hal ini dibenarkan Direktur RSJ Sambang Lihum Yuddy Riswandhy Noora, Selasa (9/7).
Efek negatif buah kecubung sudah sangat familiar bagi masyarakat adat Dayak di desa-desa terpencil di Kecamatan Loksado Kabupaten HSS. Di sana terdapat aneka tumbuhan liar, termasuk kecubung.
“Selama ini tidak ada warga kami yang mau memakannya. Soalnya dari para tetuha sudah diberitahukan kepada anak-anak, buah itu membahayakan, karena beracun. Kalau dimakan, bisa mengalami gangguan jiwa. Efek tidak sadar atau halusinasinya bisa sampai dua minggu, bisa pula menjadi gila,” ungkap Kades Kamawakan Ardani, Rabu.
Ardani mengatakan, tanaman kecubung bisa tumbuh di sawah dan hutan pegunungan.
“Di desa kami bahkan ada yang tumbuh di halaman. Tapi sejauh ini tidak ada yang mau memakannya. Anak-anak kami sudah tahu buah itu beracun,” terangnya.
Namun, untuk pucuknya, sebut Ardani, ada warga yang menjadikannya sayur lalapan. Biasanya, buahnya yang disalahgunakan untuk mabuk.
Ketua Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) HSS Agus Winarni mengatakan kecubung belum masuk golongan narkotika. Sedangkan Kasi Humas Polres HSS Iptu Purwadi menyatakan pihaknya belum pernah menangani kasus warga mabuk kecubung.
Fenomena mabuk kecubung mendapat sorotan Ketua Komisi IV DPRD Kalsel Lutfi Saifuddin.
“Ini bisa ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Dengan demikian penanganannya semakin serius,” ujarnya di Banjarmasin, Rabu.
Ia pun meminta aparat penegak hukum mengusut pengedar kecubung.
Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Kalsel Melinda Bahri mengatakan penanganan kasus kecubung harus melibatkan psikolog untuk mengidentifikasi latarbelakang penggunaannya.
“Kita harus mengetahui mengapa remaja melakukan perilaku negatif ini, sehingga dapat diberikan intervensi baik ke remaja dan keluarga agar kejadian serupa tidak terulang,” katanya, Rabu.
Melinda mengatakan salah satu sifat masa remaja adalah rasa ingin tahu. “Namun sifat ingin tahu bisa menjadi negatif bila mereka menggunakannya pada hal-hal negatif,” tuturnya.
Untuk memastikan dampak kecubung, Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kalsel mengirim sampel untuk uji laboratorium di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kalsel.
“Hari ini sampel kami kirim ke BPOM untuk mengetahui kandungan kecubung,” kata Dirresnarkoba Kombes Pol Kelana Jaya, Rabu.