Kabarsiar Batulicin – Pertunjukan budaya dari Komunitas Bugis Mantra Bumi menjadi sorotan dalam perayaan Hari Jadi ke-22 Kabupaten Tanah Bumbu, yang digelar di Pendopo Serambi Madinah, Selasa (8/4/2025).
Komunitas yang berasal dari Bone, Sulawesi Selatan ini menampilkan ragam atraksi budaya khas Bugis, mulai dari Pamencak, Tarung Sarung, Tari Passiuno, hingga Maggiri. Setiap penampilan menyuguhkan makna filosofi yang dalam, mencerminkan keberanian, kehormatan, serta spiritualitas masyarakat Bugis.
Bupati Tanah Bumbu Andi Rudi Latif dan Wakil Bupati H. Bahsanuddin tampak duduk di barisan depan, menyimak seluruh pertunjukan dengan saksama. Di sisi mereka, hadir pula sejumlah tokoh penting seperti mantan Bupati H. Sudian Noor, mantan Wakil Bupati Abdul Hakim, politisi Difriadi Darjat dan Ready Kambo, serta Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan Alipya Rakhman bersama para anggota DPRD Tanah Bumbu.
Dalam debutnya di Tanah Bumbu, Komunitas Mantra Bumi yang dipimpin oleh Andy Mantra Bumi membuka pertunjukan dengan tarian Pamencak, diikuti aksi Tarung Sarung—duel satu lawan satu yang menjadi simbol keberanian dan sportivitas dalam budaya Bugis.

Tari Passiuno ditampilkan sebagai suguhan ketiga, sebelum pertunjukan ditutup dengan Maggiri, sebuah tarian spiritual yang menguji ketahanan tubuh menggunakan senjata tradisional, badik. Dalam salah satu adegan menegangkan, Andy menusukkan badik ke wajah dan dadanya, aksi yang kemudian diikuti pula oleh para penari perempuan. Tak satu pun dari mereka tampak terluka, membuat penonton menahan napas antara takjub dan ngeri.
Usai pertunjukan, Andy menegaskan bahwa apa yang mereka tampilkan bukanlah pertunjukan kesaktian, melainkan simbol keikhlasan dan penghambaan. “Semua kekuatan sejati hanya milik Allah SWT,” ujarnya.
Sebagai bentuk penghormatan, Andy menyerahkan pusaka Tappi Lamba Pitu La Tenri Beta kepada Bupati Tanah Bumbu, Andi Rudi Latif. Dengan penuh hormat, bupati yang akrab disapa Bang Arul itu mencabut pusaka dari kumpangnya, mengacungkannya ke udara, mengecupnya, lalu menyimpannya kembali—simbol penerimaan atas semangat dan nilai luhur yang diwariskan melalui budaya.