Kabarsiar Banjarmasin – Pengamat tata kota dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Akbar Rahman, menilai bahwa realisasi kebijakan Zero Over Dimension and Over Loading (ODOL) harus dibarengi dengan penguatan infrastruktur pendukung serta sistem pengawasan dan penegakan hukum yang memadai.
“Penertiban ODOL tidak akan efektif jika infrastruktur dan alat pengendali di lapangan masih terbatas. Ini bukan semata soal truk kelebihan muatan, tapi soal kesiapan negara menata sistem logistiknya,” ujar Akbar saat dimintai keterangan, Ahad (13/7/2025).
Ia menyoroti kondisi jalan di Kalimantan Selatan yang dinilai belum sepenuhnya mampu menanggung beban kendaraan berat. Menurutnya, langkah menuju zero ODOL harus disertai dengan pembangunan jalur logistik khusus, peningkatan kelas jalan, dan penggunaan fasilitas pengawasan modern seperti jembatan timbang elektronik serta sistem monitoring digital.
Akbar juga menekankan bahwa penanganan ODOL tidak bisa dianggap sebagai urusan antara pemerintah pusat dan pengusaha angkutan semata. Ia mendorong agar proses revisi aturan dilakukan secara terbuka dengan melibatkan berbagai pihak.
“Ini menyangkut banyak sektor: keselamatan, ekonomi, hingga keberlanjutan ruang kota. Maka pelaku usaha, pemerintah daerah, akademisi, asosiasi logistik, hingga masyarakat sipil harus ikut dilibatkan,” katanya.
Ia mengingatkan agar revisi regulasi ODOL tidak menjadi kompromi jangka pendek yang berpotensi menimbulkan celah pelanggaran baru, melainkan harus menjadi pijakan untuk aturan yang kuat, adil, dan dapat diimplementasikan di lapangan.
Akbar juga mengkritisi sikap pasif pemerintah daerah dalam menyikapi kebijakan nasional terkait ODOL. Menurutnya, Kalimantan Selatan perlu mengambil peran aktif dalam mengawal arah kebijakan agar berpihak pada keselamatan, efisiensi logistik, dan keberlanjutan ekonomi daerah.
“Kalsel jangan pasif. Harus mendorong agar aturan ODOL yang baru benar-benar berpihak pada keselamatan, kelancaran logistik, dan keberlanjutan ekonomi daerah,” pungkasnya.