Kabarsiar Banjarmasin – Desa Awang Bangkal Barat, Kabupaten Banjar, resmi ditetapkan sebagai Desa Anti Maladministrasi dalam acara pencanangan yang digelar Kamis (31/7/2025). Selain itu, sebanyak 20 desa lainnya di wilayah Kabupaten Banjar turut dicanangkan dalam program serupa sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas layanan publik di tingkat desa.
Penetapan ini ditandai dengan penandatanganan komitmen bersama antara Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, Hadi Rahman, dan Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, M. Syarifuddin.
Kepala Ombudsman Kalsel, Hadi Rahman, menyebut pencanangan Desa Anti Maladministrasi merupakan langkah strategis dalam memperbaiki pelayanan publik yang selama ini masih banyak dikeluhkan masyarakat. Ia menyoroti sejumlah persoalan seperti keterlambatan layanan, kurangnya transparansi, hingga tidak adanya standar pelayanan yang jelas.
“Substansi laporan desa masuk dalam 10 besar pengaduan terbanyak secara nasional. Ini mencerminkan masih lemahnya tata kelola dan koordinasi pelayanan di tingkat desa,” ujarnya.
Hadi juga menekankan tiga isu utama penyebab maladministrasi di desa, yaitu belum optimalnya standar pelayanan, lemahnya prinsip good governance, serta minimnya konektivitas antara pemerintahan desa dan instansi pemerintah di tingkat kabupaten maupun pusat.
Ia menyebut inisiatif Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan ini sebagai yang pertama di Indonesia. “Ini terobosan penting dan akan menjadi contoh nasional,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, M. Syarifuddin, menyampaikan apresiasi kepada desa-desa yang terpilih dan berharap penetapan ini menjadi pemicu peningkatan layanan yang lebih profesional dan bebas diskriminasi.
“Penetapan ini bukan sekadar simbol, tetapi awal dari gerakan kolektif membangun desa yang bersih, transparan, dan melayani. Desa adalah ujung tombak pelayanan publik,” katanya.
Ia juga menyinggung tantangan maladministrasi yang masih sering ditemukan di berbagai level birokrasi, termasuk lambatnya layanan, pungutan liar, dan minimnya kejelasan informasi.
Pemprov Kalsel, lanjutnya, akan terus memberikan pembinaan melalui pelatihan aparatur desa, pengawasan penggunaan dana desa, dan memperkuat sinergi dengan Ombudsman serta aparat penegak hukum.
Masyarakat juga diajak untuk berani melaporkan jika menemui praktik maladministrasi. “Jangan diam. Jangan takut. Perbaikan hanya bisa terjadi jika rakyat ikut bersuara,” tegasnya.
Hingga saat ini, sudah ada 50 desa di Kalimantan Selatan yang berstatus sebagai Desa Anti Maladministrasi, termasuk 30 desa sebelumnya yang tersebar di Kabupaten Kotabaru dan Balangan.