BANJARMASIN – Denny Indrayana dua kali mangkir dari panggilan Bawaslu Kalsel, yakni pada Jumat (9/4/2021) dan Kamis (8/4/2021), terkait dugaan pelanggaran pemilu di Masjid Nurul Iman Banjarmasin Selatan. Denny takut politisasi masjid pada kegiatan Subuh Keliling terbongkar?
Pada pemanggilan kedua Jumat kemarin, Denny hanya diwakili kuasa hukumnya Muhammad Isrof Parhani yang membawa surat keterangan tertulis versi Denny terkait kejadian di Masjid Nurul Iman.
Menurut Tim Hukum Denny-Difri Muhammad Raziv Barokah, Denny dua kali tak datang memenuhi panggilan Bawaslu sebagai bentuk protes.
“Ini juga bentuk protes Haji Denny kepada Bawaslu Kalsel karena mereka berat sebelah…, ” kata Raziv.
Pernyataan Tim Hukum Denny Indrayana – seorang profesor bidang hukum – bahwa dia tak memenuhi panggilan Bawaslu Kalsel sebagai bentuk protes tentu saja lucu dan kekanak-kanakan.
Denny sebagai mantan aktivis hukum dan HAM dan bahkan praktisi hukum, sudah seharusnya memahami bahwa Bawaslu adalah pihak yang secara hukum dan perundangan memiiliki hak untuk melakukan berbagai hal sesuai kewenangannya, demi menjaga agar Pemilu berjalan sesuai aturan.
Jika memang Denny merasa diperlakukan tak adil, bukan berarti dia bisa mangkir dari panggilan Bawaslu. Denny pasti tahu bahwa ada jalan atau langkah hukum yang bisa dia tempuh jika memang dirugikan Bawaslu Kalsel. Bukankah saat merasa dirugikan KPU terkait hasil Pilgub Kalsel Denny menggugat KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan dimenangkan sehingga harus dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU)?
Oleh sebab itulah, menjadi aneh jika kini Denny dua kali mangkir dari panggilan Bawaslu soal dugaan pelanggaran kampanye dii Masjid Nurul Iman dengan alasan sebagai bentuk protes. Ataukah sebenarnya Denny takut memberi pernyataan lisan agar politisasi masjid tak terbongkar?
Seperti diketahui dugaan pelanggaran subuh keliling di Masjid Nurul Iman dilaporkan DPD Pemuda Islam Kalsel pada Senin 5 pril 2021.
Muhammad Hasan , Ketua DPD Pemuda Islam Kalsel, melaporkan Denny Indrayana karena melakukan kegiatan politik kampanye terselubung di Masjid Nurul Iman, pada Rabu 31 Maret 2021, melalui kegiatan Subuh Keliling yang digelar Tim Pemenangan Denny-Difri.
“Apalagi kegiatan itu berbuntut kegaduhan di teras masjid antara warga dengan Koordinator Tim Hukum Pemenangan Denny Indrayana,” kata Hasan.
Tak hanya itu, Hasan bahkan membawa bukti foto Denny Indrayana mengangkat tangan simbol nomor urut pemilihannya di Masjid Nurul Iman.
“Secara tegas DPD Pemuda Islam Kalsel menolak politisasi masjid di momen PSU yang mana seharusnya tidak ada kegiatan kampanye. Kita tolak segala politisasi di masjid,” tegas Hasan.
Jika merunut laporan Hasan, wajar jika DPD Pemuda Islam Kalsel gusar dan kemudian melaporkan Denny telah melakukan politisasi masjid ke Bawaslu Kalsel.
Selama ini Denny dan tim pemenangannya selalu menyebut bahwa kegiatan Subuh Keliling hanya kegiatan ibadah dan cara Denny menyapa warga Kalsel di berbagai tempat dengan mendatangi masjid-masjid.
Jika memang sekedar kegiatan ibadah dan silaturahmi, mengapa pula muncul bentrok di teras masjid antara Jurkani Koordinator Hukum Tim Haji Denny-Difri dengan salah satu jamaah pengajian? Bentrokan terjadi karena Jurkani menuding Salmansyah, salah satu jamaah, sebagai penyusup pada pengajian subuh keliling itu.
Jika memang hanya kegiatan ibadah, mengapa Jurkani menuding Salmansyah sebagai penyusup? Jika memang pengajian saat itu tak mengandung kegiatan-kegiatan berbau kampanye, mengapa pula Jurkani harus memelototi dan menyeleksi para jemaah yang hadir di masjid?
Jika menyimak fakta-fakta tersebut, menjadi wajar jika kini Denny Indrayana mangkir dari panggilan Bawaslu Kalsel, bahkan sampai dua kali. Kalupun sebenarnya Denny takut politisasi masjid terbongkar, tak elok jika dia kemudian beralasan tak mau hadir karena Bawaslu Kalsel berat sebelah.
Denny sebagai ahli hukum yang kini menggelari diri sebagai Haji Denny, sudah seharusnya memberi tauladan akhlak kepada masyarakat Banua untuk menghormati hukum dengan mendatangi panggilan Bawaslu.
Tak perlu Denny membongkar tabiat aslinya sebagai Tukang Mangkir sebagaimana dulu dia mangkir saat dipanggil Bareskim Polri saat jadi tersangka dalam kasus korupsi Payment Gateway, atau enam kali mangkir hadir di persidangan sebagai saksi dalam kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan. (*)