Kabarsiar, Nasional – Polemik penggunaan sumur bor oleh PT Tirta Investama Subang, produsen air minum merek Aqua, terus menuai kecaman publik. Perusahaan tersebut dinilai menyesatkan konsumen melalui iklan yang mengklaim air bersumber dari mata air pegunungan.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana, mendorong pemerintah melakukan audit menyeluruh dan peninjauan ulang izin usaha terhadap pabrik Aqua di Subang.
“Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hal ini termasuk perbuatan yang dilarang karena memproduksi dan memperdagangkan barang tidak sesuai dengan kondisi yang dinyatakan pada label dan iklan,” ujarnya kepada Inilah.com, Kamis (23/10/2025).
YLKI menilai Aqua tidak transparan dalam memberikan informasi kepada publik dan berpotensi melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.
“Pelaku usaha seharusnya bertanggung jawab atas klaim yang dijanjikan, karena ini menyangkut itikad baik dalam berbisnis,” tegas Niti.
Menanggapi hal ini, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI menyatakan siap memanggil manajemen dan Direktur Utama PT Tirta Investama untuk memberikan klarifikasi resmi.
“Kami akan memanggil pihak manajemen dan mengirim tim investigasi ke lokasi pabrik guna memverifikasi kebenaran informasi sumber air,” kata Ketua BPKN, Mufti Mubarok, Kamis (23/10/2025).
Menurut Mufti, langkah tersebut diambil setelah BPKN menerima berbagai laporan dan pemberitaan publik terkait dugaan bahwa sumber air produksi berasal dari sumur bor atau air tanah, bukan dari mata air pegunungan seperti diklaim dalam iklan produk.
Ia menegaskan, BPKN akan menindaklanjuti kasus ini sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik PT Tirta Investama Subang pada Senin (20/10/2025) dan menemukan bahwa air produksi perusahaan tersebut bersumber dari sumur bor sedalam 100–130 meter.
“Air ini bukan dari pegunungan seperti yang selama ini kita yakini, melainkan dari sumur bor,” ungkap Dedi.
Ia juga mengkhawatirkan dampak lingkungan akibat pengambilan air tanah secara besar-besaran, yang berpotensi menyebabkan penurunan muka tanah, longsor, hingga krisis air bersih.
“Setiap hari Aqua menyedot sekitar 2,8 juta liter air secara gratis. Sementara masyarakat sekitar justru kekurangan air bersih,” ujarnya.
Dedi meminta pemerintah dan instansi terkait untuk meninjau ulang izin pengambilan air tanah serta operasional perusahaan tersebut.
“Perusahaan wajib memperhatikan izin lingkungan dan tanggung jawab sosial kepada warga sekitar,” tegasnya.


