OC Kaligis Imbau Masyarakat Kalsel Tak Pilih Denny yang Berstatus Tersangka Korupsi

BANJARMASIN – Advokat senior OC Kaligis mengimbau warga Kalimantan Selatan agar tak memilih Denny Indrayana yang masih berstatus tersangka kasus korupsi menjadi Gubernur Kalsel.

Sementara FITRA atau Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menyebut korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, sehingga seorang tersangka kasus korupsi dan mantan koruptor harusnya tidak dipernolehkan menjadi calon kepala daerah melalui Pilkada.

Menjelang pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kalsel, beredar di medsos SKCK atau Surat Keterangan Catatan Kepolisian milik Denny Indrayana yang dipergunakannya mendaftar ke KPU untuk menjadi Gubernur Kalsel. Pada SKCK yang dikeluarkan Polda Kalsel pada 14 Agustus 2020 dan berlaku sampai 14 Februari 2021 itu, jelas tertulis Denny Indryana berstatus TERSANGKA TINDAK PIDANA KORUPSI yang ditetapkan pada 10 Maret 2015.

Validkah SKCK yang beredar itu?

Ternyata SKCK Denny yang berstatus tersangka korupsi dan beredardi medsos itu dibenarkan KPU Kalsel melalui Kasubag Hukum Suwanto.
“SKCK calon gubernur Denny Indrayana yang dipergunakan untuk mendaftar ke KPU sebagai calon gubernur adalah tersangka kasus korupsi,” kata Suwanto seperti dirils banjarmasin,tribunnews.com pada Jumat (2/4/2021).

Denny Indrayana memang menjadi tersangka kasus korupsi skandal Payment Gateway atau pembayaran elektronik pembuatan paspor di Kementerian Hukum dan HAM yang diduga merugikan negara Rp 32 miliar.

Denny menjadi tersangka karena saat menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM kabinet SBY telah menyalahgunakan wewenang dan kuasa dengan menunjuk secara langsung dua vendor proyek tersebut. Kemudian Denny memfasilitasi kedua vendor untuk mengoperasikan sistem Payment Gateway.

Penetapan resmi Denny Indrayana sebagai tersangka pada 10 Maret 2015, diumumkan secara resmi oleh Kabag Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Rikwanto pada Selasa, 24 Maret 2015. Selanjutnya Denny diperiksa selama tujuh jam oleh penyidik Bareskrim Polri dan diberondong 25 pertanyaan pada 27 April 2015.

Menurut Rikwanto, Denny diduga kuat memanfaatkan dua perusahaan pemenang tender proyek untuk memuluskan aksi culasnya. “Yang bersangkutan menyalahgunakan wewenang terlibat langsung menentukan proyek sistem itu,” ujar Rikwanto.

Lewat dua perusahaan tersebut, kata Rikwanto, Denny memanfaatkan pungutan Rp 5.000 hingga Rp 15.000 ke rekening perusahaan tanpa seizin Kementerian Hukum dan HAM, selaku lembaga berwenang mengadakan proyek Payment Gateway. Perbuatan tersebut, lanjut Rikwanto, jelas melanggar hukum.

“Vendor itu pihak yang ditunjuk, tapi di dalamnya ada rekening bank. Di mana sistem pembayaran paspor terpadu yang dilakukan PT Nusa Inti Arta dan PT Finnet mengabaikan risiko hukum sehingga vendor menampung Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengakibatkan kerugian negara,” paparnya.

Sementara menurut Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, sehingga seorang tersangka kasus korupsi dan mantan koruptor tidak dipernolehkan menjadi calon kepala daerah dalam Pilkada.

“Jadi khusus tersangka kasus korupsi dan mantan koruptor harusnya tidak diperbolehkan mengikuti Pilkada,” kata Misbah Hasan seperti dirilis rri.co.id, di Jakarta, Minggu 23 Agustus 2020.

Misbah berharap aturan dipertegas, di mana seseorang yang berstatus tersangka, khususnya kasus dugaan korupsi, harus dilarang maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

“Perlu dipertegas karena korupsi termasuk kejahatan luar biasa atau extraordinary crime,” pungkasnya.

OC Kaligis Imbau Tak Pilih Denny

Sebelumnya OC Kaligis secara terbuka mengirim surat terbuka kepada Mendagri Tito Karnavian yang mantan Kapolri untuk melaporkan mengenai status Prof Denny Indryana yang masih tersangka kasus korupsi.

Ada empat alasan yang disampaikan OC Kaligis agar masyarakat Kalsel tak mendukung Denny melalui surat bertanggal 7 Agustus 2020 itu.

Alasan pertama: UU Nomor 28/1999 mengenai Pemerintahan bebas KKN, pada Pasal 2 jelas menyebut bahwa: ”Gubernur/Calon Gubernur harus bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme KKN”. Sementara Denny jelas masih berstatus tersangka.

Alasan kedua: UU Nomor 30/2014 mengenai pelaksanaan administrasi Pemerintahan yang bersih menyebut, “Masyarakat bukan obyek, tetapi subyek yang harus terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik”. Oleh sebab itu masyarakat harus kritis melihat masa lalu dan status tersangka korupsi Denny Indrayana dan kemudian tak memilihnya demi mewujudkan pemerintahan yang baik.

Alasan ketiga: Pakta Integritas SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat. Sesuai Pakta Integritas Partai Demokrat yang dimaklumkan SBY pada 10 Februari 2013, pada poin 6 jelas disebut: ”Setiap anggota partai harus taat hukum, bermoral, menjaga etika profesi dalam melaksanakan good governance. Poin 7: ”Mencegah perbuatan korupsi,…” Hal itu sesuai slogan Partai Demokrat “Katakan tidak kepada koruptor”.

Alasan keempat: Surat Presiden SBY pada 21 Agustus 2011 kepada M Nazarudin, mantan bendahara Partai Demokrat yang jadi terpidana kasus proyek Hambalang. SBY secara tegas menulis: “Karena hukum tentu harus kita tegakkan berdasarkan alat bukti semata, tanpa pandang bulu, tanpa tebang pilih. Dengan demikian, kita melaksanakan prinsip dasar persamaan di hadapan hukum (equality before the Law) yang juga dijamin didalam konstitusi.

“Sayangnya Pakta Integritas dan surat SBY tersebut tidak berlaku bagi Prof. Denny Indrayana, sehingga Partai Demokrat lupa akan janji sucinya. Parta Demokrat mencalonkan Prof Denny sebagai calon Gubernur Kalimantan Selatan bertentangan dengan Pakta Integritas Partai Demokrat. Bertentangan dengan azas Equality before the Law. Sebagai tersangka Prof Denny seharusnya diadili. Sama dengan semua para tersangka hasil penyidikan KPK,” tulis OC Kaligis.

Pada poin keenam suratnya, OC memaparkan siapa Denny Indrayana sebagai berikut: “Sedikit fakta mengenai Prof. Denny Indrayana. Sebelum masuk ke lingkaran Pemerintahan Presiden SBY, Prof Denny sebagai aktivis PUKAT adalah pengkritik keras Pemerintahan SBY. Begitu SBY mendudukkan Prof Denny ke lingkaran Pemerintahan SBY sampai ke tingkat Wakil Menteri (Wamen), Prof. Denny merupakan penjilat setia dan corong Pemerintahan SBY yang tak habis-habisnya disanjung oleh Prof. Denny. Karena itu saya menyebut diri Prof. Denny sebagai seorang opurtunist”.

Pesan terpenting dari OC Kaligis adalah: “Lalu bagaimana mungkin dalam kampanye Denny, ketika memberi paparan visi dan misi mengenai pemerintahan yang bebas Kolusi, Korupsi, Neopotisme (KKN), janji-janji kampanyenya dapat dipercaya, sedangkan Prof. Denny sendiri statusnya masih tersangka Korupsi? (X)