Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI), Zaky Ahmad Riva’i mendesak pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) untuk menetapkan tanggal 21 Mei sebagai momentum peringatan hari reformasi.
Hal itu dilakukan, karena menurutnya, tanggal 21 Mei adalah peristiwa tonggak bersejarah perjuangan rakyat Indonesia dalam menentukan nasib keluar dari sistem pemerintahan otoritarian yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto atau pemerintah orde baru.
“Kami meminta kepada Presiden menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) menetapkan 21 Mei sebagai Peringatan Hari Reformasi,” ujar Zaky kepada awak media dalam peringatan hari ulang tahun (Milad) ke 25 KAMMI yang digelar di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Minggu (02/04/2023).
Dalam keteranganya, Zaky menuturkan sebagai generasi pemuda dan mahasiswa yang harus meneruskan cita-cita bangsa, sudah menjadi kewajiban bagi KAMMI agar mendorong Presiden Jokowi untuk segera menetapkan tanggal 21 Mei sebagai momentum refleksi sejarah reformasi.
Selain itu, ia menambahkan bahwa KAMMI selaku organisasi gerakan mahasiswa Islam yang juga turut andil dalam peristiwa reformasi 1998 itu, memiliki tanggung jawab moril dalam rangka merawat dan merefleksi sejarah perlawanan pemuda mahasiswa serta rakyat Indonesia terhadap rezim orde baru.
“Peristiwa reformasi 1998 merupakan tonggak sejarah paling menentukan dalam perjalanan bangsa Indonesia,” tutur Zaky.
“Sebagai salah satu elemen anak bangsa yang turut serta mempelopori gerakan reformasi, tentunya KAMMI memiliki tanggung jawab moril untuk senantiasa menjaga serta juga turut untuk memperjuangkan cita-cita reformasi,” sambung Zaky.
Dalam kesempatanya, Zaky pun mengulas mengenai sejarah latar belakang bentuk perlawanan masyarakat terhadap rezim otoritarian orde baru yang puncaknya terjadi pada 21 Mei 1998.
Ia menyebut, saat itu keadaan Indonesia telah mengalami kondisi Krisis multidimensional yang berujung reaksi kemarahan masyarakat atas bentuk ketidakmampuan pemerintah Orde Baru dalam mengatasi persoalan bangsa dan negara.
Kemarahan rakyat itu muncul lantaran saat itu tengah dihadapi dengan situasi krisis politik, ekonomi, sosial serta penegakan supremasi hukum yang tidak berjalan dengan baik.
Atas dasar itulah, menurut Zaky, mahasiswa dan pemuda berinisiatif untuk mempelopori gerakan perlawanan dalam mendesak Presiden soeharto turun dari jabatanya.
“Berbagai faktor tersebut melahirkan krisis kepercayaan mahasiswa dan rakyat terhadap kemampuan Pemerintah Orde Baru dalam menstabilkan keadaan. Puncaknya gerakan ini berhasil meruntuhkan rezim Orde Baru yang sudah berkuasa selama 32 tahun,” imbuh Zaky.
Disisi lain, menurut Zaky, kondisi yang saat itu terjadi hingga kini belum tuntas, karena saat ini masih banyaknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin mengakar dalam pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Jokowi.
“Bahwa reformasi belum tuntas masih terdapat praktik korupsi, lemahnya penegakan hukum, dan oligarki. Begitu pula juga dengan pemerataan pembangunan serta perekonomian bangsa Indonesia,” imbuh Zaky.
Zaky menambahkan, atas ulasan terkait refleksi reformasi tersebut, sejatinya pemerintah harus mengenang dan mengabadikan perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam melakukan perlawanan terhadap rezim orde baru tersebut dengan menetapkan 21 Mei sebagai momentum peringatan hari reformasi.
“Momentum reformasi, tepatnya 21 Mei setiap tahun seharusnya diperingati sebagai Hari Peringatan Reformasi. Peristiwa bersejarah ini haruslah dikenang sebagai hari kemenangan rakyat terhadap rezim otoriter serta kembalinya kedaulatan rakyat,” tandas Zaky.